another blogger

Sabtu, 28 Januari 2017

RECEH

Semua berawal dari aku, Dita, Hillary, Aya yang suatu hari main ke rumah Kandi sekalian nengokin debay yang baru lahir. Btw, selamat ya, Ndeeek! Semoga dedek (yang belum ditentukan namanya itu) jadi anak sholehah, berbakti pada kedua orang tua, sehat selalu :3

Tujuannya sih: nengokin anaknya Ndek
Tapi bahkan buat gendong bayinya aja cuma Hillary yang berani. Yang lain? Mengagumi dari kejauhan. Disuruh gendong nggak mau, pencitraan di instagram doang :"DD
Setelah itu, anak pertamanya si Ndek mau mandi, dimandiin sama Ndek. Akhirnya debay yang baru lahir tadi dititipkan ke kami berempat, tapi posisinya udah bobok di dalam kereta bayi. Sambil ngajak anak pertamanya mandi, Ndek mempersilahkan kami buat ngemilin cemilan di rumahnya, "Itu lho ada brownies di meja, makan aja gapapa..." Aku sama teman-teman cuma senyum sambil liat-liatan. Begitu si Ndek udah menghilang dari jarak pandang, kami berempat refleks menuju ruang tamu buat menyantap brownies yang tadi ditawarin! Ngga tanggung-tanggung, kami makan lahap banget...... Bisa dipastikan kalau disitu ada makanan lain selain brownies, walaupun ngga ikutan ditawarin, bakal ludes juga :" maafkan kami Ndek haha

Highlight nya adalah.............. kami rakus, dan meninggalkan anaknya Ndek jauh disana wkwkwk
Padahal kami dititipin debay lucu baru lahir, begitu ditawarin makanan, bayinya langsung ditinggal :(
Bener-bener ada kali ya jarak 5 meteran antara kami di ruang tamu dan bayinya Ndek di tengah-tengah rumahnya... Dan kami bener-bener lupa kalau dititipin. Baru sadar ketika udah abis potongan brownies ke sekian, kemudian kami akhirnya duduk menghadap ruang tengah rumahnya dan ada kereta bayi disana. Aku sama teman-teman langsung ngakak. Euforia mau liat bayinya cuma 5%, sisa 95% minta makan di rumah Ndek.. Tujuan kami kesana adalah nengokin anaknya Ndek, tapi selalu berhasil teralihkan tujuannya gara-gara makanan :"))))

Dari kami berempat, tentu aja aku yang paling ngakak ketawanya pas sadar kondisi receh begitu. Ngga berenti ketawa aku.. Kok ya pas banget kami berempat sama-sama kaya gitu. Saat yang lain mulai berhenti, aku masih tetep lanjut ketawa, sampai keriting. Akhirnya Dita komentar, "Sebenernya ya ngga lucu-lucu amat sih, tapi ni anak ngga berhenti-berhenti ketawanya.." "Maklum, segitunya butuh hiburan. Selera humornya jadi receh..." :"))

Dan pas di rumah, ngga sengaja liat-liat timeline Line, ada satu postingan yang di-Like sama Dita:

SUMPAH ITU RECEH POL.... tapi aku ngakak.
Dan kerecehan-kerecehan itupun berlanjut di multichat..


Gapapa receh............ yang penting bahagia :"))

Sebelum Merawat Pasien, Jadilah Pasien Terlebih Dulu

Ini sebenernya pengalaman pribadi sih, sebagai (calon) dokter gigi yang sempet dua kali masuk Rumah Sakit dan beberapa kali tepar gejala tifus gara-gara kecapean dan unhealthy lifestyle suka ngemilin micin dan makanan pedas berlebih. Berasa lemah banget wkwk :"))

Paling terasa waktu terakhir aku operasi usus buntu, yang H-1 gejala nya aku masih sempat ke jalan-jalan ke Malang, beli susu di KUD Batu yang akhirnya agak basi gegara kereta pulangnya delay berjam-jam macam pesawat. Gejala perut nyeri di sebelah kanan bawah sebenernya uda pernah aku rasain beberapa kali, cuma kali itu yang paling parah, sampai ngga bisa ngelurusin badan, harus melengkung (?) supaya engga sakit. Awalnya aku ngga nyangka bakal usus buntu, sama tante (yang adalah seorang dokter), akhirnya disuruh coba minum obat maag. Gejalanya ngga hilang, aku telfon tante lagi. Dan responnya mayan mengagetkan, "Yaudah kamu coba USG aja sana.." yang notabene USG aku taunya cuma buat orang hamil (maklum waktu itu masih semester 3 di FKG, belom tau fungsi USG lainnya..). Dengan penyangkalan bahwa aku yakin aku ngga hamil, akhirnya si tante pun dateng ke rumah, sambil diperiksa kemudian menjelaskan kalau USG bukan cuma buat orang hamil, walaupun waktu di telfon nyuruh USG nya sambil ada 1% suspek ke arah sana katanya (yang ngomongnya sambil ketawa-ketawa bercanda. Padahal ada ibuku disitu yang gatau kudu ketawa apa gimana....)

Ngga lama, suaminya tanteku yang juga dokter, spesialis bedah pencernaan (digestive), langsung meriksa perutku juga, tapi ke titik-titik yang mencurigakan. Si om langsung menekan perut sebelah kanan bawah, dan aku kaya orang kesurupan langsung teriak sakit. Padahal sebelumnya pas diperiksa tante di daerah sana, ngga sesakit itu. Apa penekanannya yang beda ya.......... intinya, aku langsung disuruh ngamar di RS dan dijadwalkan operasi usus buntu keesokan harinya. Besok. H-beberapa jam dari saat itu. OMG.

Awalnya aku ga cemas sama sekali, yang penting udah ngga sakit lagi perutnya. Okay, sudah mantap banget. Sampaiiiii aku masuk ruang steril. Tiba-tiba gejolak berkecamuk wkwk sebelumnya si om ku (yang jadi operator operasiku) ngga menjelaskan alternatif pengobatan atau perawatan lainnya. Cuma bilang kalau radangnya udah parah dan usus buntunya hampir pecah (?) makanya langsung disuruh operasi. Disitu aku ngerasa penjelasan yang aku dapat kurang buat ngeyakinin aku. Pecah lah tangisnya. Dokter anestesi sampai bingung. Ibu sama bapak yang merasakan hal yang sama pun ikutan mellow wkwk. Akhirnya waktu om ku datang, kami minta penjelasan sekali lagi sebelum dilakukan operasi, kali ini yang detail. Setelah dapat jawaban yang aku pengen, akhirnya aku masuk ruang operasi dan mulai dibius. Lokal. Iya, bius lokal di lumbal kaya orang-orang mau operasi caesar buat melahirkan. Aku sadar, dan bangun, cuma ngga ngerasai apa-apa... Hahaha

Cerita tadi hampir sama ketika aku pertama-tama nanganin pasien di RSGM. Aku berpedoman, bahwa dokter ngga usah banyak bicara, yang penting terampil, cepat, pasien puas. Ternyata itu salah besar. Aku lupa kejadian sebelum aku operasi usus buntu, dimana aku butuuuh banget komunikasi sama dokternya. Aku butuh banget penjelasan sebelum perawatan yang aku mengerti dan pahami. Aku butuh banget diajak ngobrol sama dokternya, sebelum di operasi. Hal ini pun sama kaya kalau aku mau menambal, cabut, atau bahkan membersihkan karang gigi sekalipun. Aku harus menjelaskan dengan benar dan bisa diterima oleh pasien. Intinya, komunikasi antara pasien dan dokter itu penting banget, walaupun cuma sekedar nanya, "Bapak anaknya sudah sekolah?" "Bapak / ibu asalnya dari Surabaya, kah?" Aku pernah diposisi jadi pasien, dan setelah ini akan diposisi jadi dokternya. Berkat pengalaman itu, aku jadi bisa ngerubah sikap dan pedoman perawatan pasienku. Aku jadi ngerti apa yang pasien pengenin, bukan sekedar keterampilan dokter dan kecepatan perawatan. Apalagi kalau perawatan yang akan dijalani pasien merupakan perawatan yang termasuk 'horor', baik untuk pasien maupun dokter operatornya haha. Penjelasan dari dokter pasti bakal dibutuhin banget sama pasiennya.

Sabtu, 21 Januari 2017

#throwback


Aku lahir di Surabaya, tapi tumbuh dan besar di kota lain. 4 tahun di Jakarta, dan sisa masa Sekolah Dasar kuhabiskan di Sorowako, suatu kota kecil penuh kenangan dan pelajaran di ujung Pulau Sulawesi. Perjalanan kesana ditempuh sekitar 9 jam dari Ibukota Sulawesi Selatan, Makassar. Buat aku dan adik yang masih kecil, jalan darat waktu itu selalu jadi kenangan buruk karena lama di jalan. Tapi sekarang kalau dipikir-pikir, aku kangen masa-masa bepergian sama keluarga, apalagi jarak jauh begitu. Mampir di kota-kota kecil lainnya, menikmati keragaman budaya dan bahasanya.

Ngomong-ngomong soal keragaman budaya, itu adalah salah satu hal yang paling aku kagumi dari kota Sorowako. Disaat orang-orang banyak yang menyebarkan isu-isu atau hate speech di Social Media yang menyangkut SARA, aku malah teringat masa kecil di Sorowako yang sama sekali jauuuuh dari SARA. Masa kecil yang menyenangkan, yang bahkan aku dan teman-teman muslim lainnya bahkan ikut nyanyi lagu "His got the whole world in his hands.." bareng teman-teman Nasrani tanpa ada maksud apapun, intinya kami bersenang-senang bersama.

Di Sorowako, banyaaaak banget orang-orang dari luar kota. Manado, Padang, Aceh, Jakarta, Semarang, Bandung, sebutin aja satu-satu nama kota yang pelosok sekalipun, pasti ketemu haha. Dan ngga pernah satu kali pun ada isu SARA di kota kecil ini. Semua saling menghargai. Tetangga di rumahpun juga banyak yang berbeda keyakinan. Tapi kami tetap saling menghargai satu sama lain. Aku inget banget, ketika tetangga sebelah rumah mengadakan kebaktian, ada kegiatan menyanyi bersama, rumah kami kebagian makanan. Begitu pula ketika Lebaran dan Natal. Aku dan teman-teman biasanya berkumpul di rumahku (yang selalu ada macaroni schotel, salad, dan trifle! Hahaha), aku juga mengajak teman-teman non-muslim untuk main bareng. Sampai buka puasa bersama juga. Ketika Natal, aku dan teman-teman muslim juga diundang ke rumah temanku untuk makan-makan. Karena masih kecil mungkin ya, jadi kami ngga ambil pusing dengan hal-hal yang sekarang jadi hal sensitif. Intinya adalah, kebersamaan itu indah. Bukankah Islam itu damai? Karena bagiku agamaku, bagimu agamamu.

Kalau baca di Facebook atau broadcast di WhatsApp keluarga besar, banyak banget orang-orang yang sukaaaaaa nyebarin provokasi, banyak juga orang-orang yang ngerasa paling benar berkomentar. Hampir semua orang merasa paling pintar, paling benar dengan pendapat mereka. Bertengkar lah. Paling gampang emang kok ya, mengadu domba orang. Lempar aja satu isu SARA, and everybody lose their mind. Kadang-kadang tuh sedih banget kalo baca komen-komennya. Bukannya pemahaman tiap orang beda-beda, jangan ngejudge lah, kalau memang kurang benar, diberitahu. Aku bukan orang yang ilmu agama nya tinggi banget, tapi kalau cuma untuk tahu dan yakin bahwa yang selama ini aku yakini benar, aku tahu. Bahwa Islam itu damai. Bukan yang merasa dirinya paling benar. Kalau ada saudara seiman yang salah, ditegur lah, bisa disampaikan langsung ke orangnya, bukan di upload sehingga semua orang tahu buruknya. Yang ujung-ujungnya, malah saudara-saudaranya sendiri yang menghujat. Seperti itukah yang kita harapkan?

Apalagi di Social Media, yang sumber beritanya pun ngga valid, banyak orang yang gampang banget kesulut api. Dikit-dikit langsung panas.. Gih minum air es, biar adem~~~

Kadang, iri gitu ngelihat anak kecil berteman tanpa memandang suku, agama, ras, kaya, miskin, warna kulit. Kita berteman seperti ngga peduli apa-apa. Cuma ingin bersenang-senang. Justru lingkungan kita lah yang ngebentuk kita jadi seseorang yang suka ngejudge. Semakin dewasa, semakin banyak pertimbangan-pertimbangan yang sebenarnya tidak perlu.

Good bye 2016. Selamat tinggal kebiasaan menyebarkan hate speech. Semoga udah ngga ada lagi yaa kebiasaan-kebiasaan yang berujung memecah belah persaudaraan kita..
"Penyesalan emang selalu diakhir.
Kalo diawal, namanya pendaftaran...."

(Nuraini Indrastie, 2017)

Appreciate those who stay with you





Why bother about they who leave you?
Just be happy with them who stay.....

Sekonyol Apapun Impianmu

"Dek, menurutmu air itu mengalirnya kemana?"
"Hm.. dari hulu ke hilir? Dari atas ke bawah?"
"Itu jawabannya anak SD kalo ditanyain pertanyaan yang sama..."
*Malu* "Hahaha abis kan gitu emang........"
"Ngga selalu dari tempat tinggi ke tempat rendah kok. Makanya kenapa ada pompa, biar airnya bisa naik ke atas..."

Antara kita dan impian kita, itu kaya air mengalir.
Walaupun kadang-kadang mimpinya suka ketinggian dan meragukan untuk dicapai,
inget aja, bahwa air mengalir bisa naik ke permukaan yang lebih tinggi karena ada daya energi besar yang ngedorong air nya ke atas. Jadi, ngga mustahil kan air mengalir ke atas?

Pernah dengar Hardwork never betray?
It does exist. Dan itu benar adanya.
Selama kita berusaha, berdoa, ngasih yang terbaik, Allah will do the rest.
Karena Allah ngga akan mengubah nasib umatnya, kecuali umatnya sendiri yang berusaha mengubahnya ;)

Emang kadang jadi pemimpi yang cuma bisa berkhayal itu ngga ada gunanya.
Tapi beda dengan kalau kita punya mimpi :)

Selasa, 17 Januari 2017

2016 (2)

"When you're too attach to something, sometimes it's the time to letting go.."

Itu salah satu pelajaran yang aku ambil bangeeet hikmahnya di tahun ini. Bahwa ketika kita mencintai sesuatu berlebihan, kita harus siap untuk kehilangan. Bukannya semua yang berlebihan emang ngga baik? Hehe.

Sebenernya, bukan ke arah menyesal sih. Karena itu sudah keputusan kita, entah saat itu kita sadar atau engga. Cuma agak sedih, ketika aku sedih berlebihan juga tentang hal-hal yang sebenernya engga perlu. Belakangan aku banyak berdoa, minta petunjukNya. Dan sepertinya emang dikasih petunjuk, dengan cara yang aku bahkan ngga mengira. Awalnya aku sedih banget, tapi setelah kupikir-pikir, bukannya Allah yang paling tahu yang terbaik? :)

Dari situ aku bisa ikhlas banget. Apalagi setelah satu kejadian di akhir tahun 2016 kemarin, teman-teman yang peduli ternyata banyak. Aku jadi punya banyak waktu buat kumpul sama teman-teman, punya banyak waktu buat nemenin ibu sama bapak jalan-jalan, punya banyak waktu buat quality time di kamar, ngelanjutin hobi yang lamaaa ngga disentuh lagi. Aku punya banyak kesempatan kenalan dengan orang-orang baru. Seriusan deh. Teman-temanku bertambah. Kegiatanku juga. Bisnis ku jalan lagi hahahaha. Bahwa ternyata, ngga perlu memikirkan orang-orang yang pergi, ingat saja yang tetap disampingmu. Rasanya terharu banget, inget salah satu temenku ada yang langsung pesan GoJek dan dateng ke rumah pas aku lagi kacau, dia cuma bales chatku dengan, "Kamu mau aku kesana, Ra?" dan dia bener-bener langsung ke rumah. Makasih, Caaa! :'))

"Letting go surely hard, at first. It's a pain. But you know, you can see clearly what "letting go" gives you after that for the return.." - (Bapak, 2016)

2016 (1)

Assalamualaikum!
Lama udah ngga nongol, sekarang udah ganti tahun aja hehe. Selamat tahun baru 2017 teman-teman semua! Gimana, apa satu persatu resolusi tahun barunya udah dikerjakan? :p

Pergantian tahun 2016 ke 2017 kemarin, dirayakan dengan tidur di kamar masing-masing. Berhubung ngga ada plan acara tahun baru, dan sempet salah ngira kalau acaranya masih besok malam, akhirnya aku (sekeluarga) tidur seperti malam-malam biasanya, blas ngga ada euforia mau tahun baru. Yang kaya gini bukan hal baru sih, kalau liat beberapa tahun yang lalu juga kami merayakan pergantian tahun dengan cara yang sama. Dan kebetulan karena kondisi bapak juga lagi ngga oke, maka kami memutuskan untuk di rumah aja.. Kalau kalian, gimana acara tahun baru nya?

Tahun 2016 ini kerasa banget menurutku haha. Ada banyaaak banget pelajaran-pelajaran, bahkan life changing moments yang terjadi di hidup aku. Kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang penuh main-main dan menjalani hidup apa adanya, di ujung tahun 2016 aku jadi orang yang super.................... galau, mikirin masa depan. Program profesi bentar lagi kelar, dan emang udah waktunya aku menentukan: apa yang pengen aku lakukan, dan apa yang aku harus lakukan.

Salah satu life changing moments yang terjadi di tahun 2016 adalah... aku memutuskan untuk berhijab. Hehehe. Yang tadinya untuk ngambil keputusan ini butuh mikir dan ngga sebentar. Aku sudah mulai kepikiran buat berhijab sejak lama, cuman belum kesampean karena pikiran-pikiran kaya, "Nanti kalau udah berhijab tapi sikapku masih kaya gini-gini aja, gimana.." atau "Aku belum siap..." yang akhirnya semua kegalauanku terjawab di awal tahun 2016. Bahwa memutuskan berhijab, bukan menunggu kita jadi pribadi yang lebih baik dulu, baru boleh. Enggak. Kenapa ngga disambi aja prosesnya? Karena Insya Allah, setelah berhijab, kita otomatis bakal memperbaiki diri.

Jujur setelah berhijab pun, aku masih sueriiiing khilaf. Sering. Masih belum berubah. Tapi aku agak membatasi sikap-sikap yang kurasa kurang pantes aku lakuin lagi. Walaupun belum sempurna sih. Beberapa temen sempet mempertanyakan niat dan kenapa aku tiba-tiba berhijab. Selain jawaban, "Kewajiban karena Allah.." aku ngga tau lagi alasannya apa hehe ._. Beneran deh, random. Aku cuma bisa jawab, "Ya.. gitu deh... hehehe". Aku inget banget satu minggu sebelum berhijab, aku ngajak ibu dan eyangti buat belanja kerudung. Sampai ibuku heran, kenapa aku beli banyak banget. Terus aku ngga sengaja bilang kalau berniat pakai kerudung. Bahkan ibuku aja ngga ngira kalau waktu itu aku serius. Dan minggu depannya, waktu mau berangkat Bakti Sosial, aku udah pakai penutup di kepala. Ibuku yang lihat awalnya kaget, tapi ngga mempertanyakan niatku. Padahal ibu tahu Baksos kali ini bukan bareng temen-temen HMI yang diwajibkan menggunakan kerudung ketika kegiatan.

Satu minggu setelah berhijab, aku ngerasain pergolakan lagi. Gejolak hati *halah*. Aku bener-bener mikir lho kayanya aku belum siap untuk ini. Seriusan. Apalagi setelah ada beberapa... yah masalah perubahan sikap beberapa orang terdekatku. Tapi aku langsung berasa malu dan rendah banget, ternyata niatku cuma segini. Buat apa, Ra? Buat impress orang-orang? Sampai akhirnya muncul dibenak kalau keputusan yang didasari karena Allah, ngga pernah salah. Orang-orang yang sikapnya berubah pun akhirnya mulai menerima keputusanku. Mulai mendukung, dan aku ngga ngerasa sedih lagi. :') Sekarang udah hampir satu tahun, dan aku ngga kepikiran untuk melepas :) *selain di rumah pastinya wkwkkw* Bismillah..