Aku punya seseorang, yang aku tahu selalu harus aku lampaui.
Walaupun pada kenyataannya, tidak terjangkau.
Aku punya seseorang, yang aku tahu aku harus selalu lebih baik darinya.
Walaupun pada kenyataannya, dia yang terbaik.
Entah karena obsesi, tidak mau kalah, atau benci.
Selama ini hidupku dibalut hal-hal itu.
Berjalan diiringi bayangan kelam,
yang seolah siap menjadi lubang dan menjatuhkanmu.
Karena aku tahu, sebesar apapun yang kulakukan, tidak akan bisa.
Bukan masalah apakah aku sebenarnya bisa lebih baik.
Tapi, ingin tampak akulah yang terbaik di depannya.
Akulah yang kuat, jatuh seratus namun bangkit seribu kali.
Akulah nama yang selalu bisa dia sebutkan di depan orang lain.
Menjadi terbaik, bukan soal peringkat, kurasa.
Walaupun jauh di lubuk hati, tempat nomor satu tetaplah impian.
Menjadi terbaik adalah ketika kamu puas dengan segala hasil yang kamu capai.
Baik, buruk, dengan sekuat tenaga.
Dan ketika menoleh ke belakang, banyak orang-orang yang mendukung.
Meneriakkan namamu, berkata bahwa kamu sudah berusaha.
Bersiap menangkapmu kalau terjatuh.
Bersiap melambungmu lebih tinggi ketika kau terbang.
Beberapa kali kurasakan aku gagal.
Dengan segala pengorbanan, persiapan, usaha.. aku merasa kalah telak.
Hanya bisa menangisinya, menunduk..
Yang kulupakan hanyalah menoleh ke belakang..
Melihat bahwa tidak ada yang sia-sia.
Aku punya seseorang, yang sangat ingin kulampaui.
Yang aku kini yakin tidak pernah membencinya.
Ketika menoleh ke belakang,
dia disana, melebarkan tangannya, dan siap memelukku.
Baik, ataupun buruk hasilnya.
Aku punya seseorang, yang sangat ingin kulampaui.
Yang aku kini yakin tidak pernah membencinya.
Ketika menoleh ke belakang,
dia disana, melebarkan tangannya, dan siap memelukku.
Baik, ataupun buruk hasilnya.
~Surabaya, 27 Juni 2016~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar