Aku lahir di Surabaya, tapi tumbuh dan besar di kota lain. 4 tahun di Jakarta, dan sisa masa Sekolah Dasar kuhabiskan di Sorowako, suatu kota kecil penuh kenangan dan pelajaran di ujung Pulau Sulawesi. Perjalanan kesana ditempuh sekitar 9 jam dari Ibukota Sulawesi Selatan, Makassar. Buat aku dan adik yang masih kecil, jalan darat waktu itu selalu jadi kenangan buruk karena lama di jalan. Tapi sekarang kalau dipikir-pikir, aku kangen masa-masa bepergian sama keluarga, apalagi jarak jauh begitu. Mampir di kota-kota kecil lainnya, menikmati keragaman budaya dan bahasanya.
Ngomong-ngomong soal keragaman budaya, itu adalah salah satu hal yang paling aku kagumi dari kota Sorowako. Disaat orang-orang banyak yang menyebarkan isu-isu atau hate speech di Social Media yang menyangkut SARA, aku malah teringat masa kecil di Sorowako yang sama sekali jauuuuh dari SARA. Masa kecil yang menyenangkan, yang bahkan aku dan teman-teman muslim lainnya bahkan ikut nyanyi lagu "His got the whole world in his hands.." bareng teman-teman Nasrani tanpa ada maksud apapun, intinya kami bersenang-senang bersama.
Di Sorowako, banyaaaak banget orang-orang dari luar kota. Manado, Padang, Aceh, Jakarta, Semarang, Bandung, sebutin aja satu-satu nama kota yang pelosok sekalipun, pasti ketemu haha. Dan ngga pernah satu kali pun ada isu SARA di kota kecil ini. Semua saling menghargai. Tetangga di rumahpun juga banyak yang berbeda keyakinan. Tapi kami tetap saling menghargai satu sama lain. Aku inget banget, ketika tetangga sebelah rumah mengadakan kebaktian, ada kegiatan menyanyi bersama, rumah kami kebagian makanan. Begitu pula ketika Lebaran dan Natal. Aku dan teman-teman biasanya berkumpul di rumahku (yang selalu ada macaroni schotel, salad, dan trifle! Hahaha), aku juga mengajak teman-teman non-muslim untuk main bareng. Sampai buka puasa bersama juga. Ketika Natal, aku dan teman-teman muslim juga diundang ke rumah temanku untuk makan-makan. Karena masih kecil mungkin ya, jadi kami ngga ambil pusing dengan hal-hal yang sekarang jadi hal sensitif. Intinya adalah, kebersamaan itu indah. Bukankah Islam itu damai? Karena bagiku agamaku, bagimu agamamu.
Kalau baca di Facebook atau broadcast di WhatsApp keluarga besar, banyak banget orang-orang yang sukaaaaaa nyebarin provokasi, banyak juga orang-orang yang ngerasa paling benar berkomentar. Hampir semua orang merasa paling pintar, paling benar dengan pendapat mereka. Bertengkar lah. Paling gampang emang kok ya, mengadu domba orang. Lempar aja satu isu SARA, and everybody lose their mind. Kadang-kadang tuh sedih banget kalo baca komen-komennya. Bukannya pemahaman tiap orang beda-beda, jangan ngejudge lah, kalau memang kurang benar, diberitahu. Aku bukan orang yang ilmu agama nya tinggi banget, tapi kalau cuma untuk tahu dan yakin bahwa yang selama ini aku yakini benar, aku tahu. Bahwa Islam itu damai. Bukan yang merasa dirinya paling benar. Kalau ada saudara seiman yang salah, ditegur lah, bisa disampaikan langsung ke orangnya, bukan di upload sehingga semua orang tahu buruknya. Yang ujung-ujungnya, malah saudara-saudaranya sendiri yang menghujat. Seperti itukah yang kita harapkan?
Apalagi di Social Media, yang sumber beritanya pun ngga valid, banyak orang yang gampang banget kesulut api. Dikit-dikit langsung panas.. Gih minum air es, biar adem~~~
Kadang, iri gitu ngelihat anak kecil berteman tanpa memandang suku, agama, ras, kaya, miskin, warna kulit. Kita berteman seperti ngga peduli apa-apa. Cuma ingin bersenang-senang. Justru lingkungan kita lah yang ngebentuk kita jadi seseorang yang suka ngejudge. Semakin dewasa, semakin banyak pertimbangan-pertimbangan yang sebenarnya tidak perlu.
Good bye 2016. Selamat tinggal kebiasaan menyebarkan hate speech. Semoga udah ngga ada lagi yaa kebiasaan-kebiasaan yang berujung memecah belah persaudaraan kita..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar