Aku merasa sudah tidak ada harapan lagi...... atau bahkan berpikir menjadi pacarmu. Haha sudahlah, itu semua hanya mimpi, dan aku tidak berani untuk membayangkannya. Walaupun teman-teman berusaha untuk meyakinkan aku kalau sebenarnya *mungkin saja* kamu punya perasaan khusus terhadapku, sudahlah, toh aku juga sudah puas merasa bimbang seperti ini. Kalau boleh kutekankan pada kata mungkin saja. Baru sebuah peluang, bukan kepastian. Apalagi kalau sampai aku mendengar sendiri dari mulutmu bahwa kamu...... hanya menganggapku sebagai sesuatu yang merepotkan.
"Oh, iya, ini buku yang mau kamu pinjam kemarin," seorang cowok menepukkan bukunya di kepalaku, "Jangan sampe kusut ya,"
Aku diam saja. Hanya mengambil buku itu, kemudian pergi meninggalkannya. Tanpa bersuara. Kelihatan sangat jelas bahwa aku sedang tidak ingin berbicara dengannya. Aku menoleh sedikit, tapi tidak ada tanda-tanda dia akan mengejarku, bahkan melihat ke arahkupun tidak. Mataku mulai berair.
Kalau kupikir-pikir, untuk apa sebenarnya aku marah? Aku juga bukan siapa-siapanya. Pacar bukan. aku tersenyum mengingatnya, mengingat kebodohan, mengingat hal-hal konyol, kenapa aku bisa berpikiran bahwa dia menyukaiku? Hanya karena dia rela datang terlambat saat latihan basket dulu? Hanya karena dia mengatakan hal-hal manis saat aku sedang sedih dulu?
***
Bel tanda pulang sekolah sudah dibunyikan, dan aku lah orang pertama yang meninggalkan kelas. Alasan klasik, aku tidak ingin melihat wajahnya lebih lama, karena itu akan menyiksa hatiku. Di luar dugaanku, ternyata, ada orang yang lebih dulu keluar kelas dan berdiri di depan pintu, seakan memang menungguku.
"Boleh bicara sebentar?"
Mungkin jika aku tidak pernah mendengar atau mengetahui kenyataan pahit bahwa aku hanya sebuah pengganggu, saat ini aku sudah melayang saking senangnya, dan berdebar-debar menantikan kalimat apa yang ingin dibicarakan olehnya. Aku tidak menjawab, hanya diam dan pergi berlalu. tetapi dengan cepat dia menghadang. Aku refleks kaget.
"Kamu kenapa sih?"
"Maaf ya kalau aku memang merepotkan!!!!!!!!"
setelah puas berteriak seperti itu aku lalu berlari meninggalkannya. aku tidak berani menoleh ke belakang. Segera aku membuang bayanganku tentang dia yang mengejarku kemudian menjelaskan bahwa semua ini hanya salah paham, aku hanya salah dengar.
***
Tepat seperti dugaanku, sejak kemarin aku meninggalkannya, dia tidak mengejar, ataupun berusaha menjelaskan yang sebenarnya. Untuk apa? Toh baginya aku memang bukan apa-apa Ha Ha Ha. Huuah, aku makin malas berangkat ke sekolah. Tapi ibu memaksa, dan mengancamku jika aku ketahuan membolos.
Dengan langkah gontai, aku beranjak dari meja makan kemudian berjalan keluar rumah. Entah mengapa, perasaanku mendadak jadi tidak enak setelah melihat sebuah sepeda motor di depan rumahku. Atau lebih tepatnya, setelah melihat siapa orang yang duduk di atas sepeda motor yang ada di depan rumahku.
"Hei," sapanya. Aku masih bengong. Untuk apa dia........? Dia lalu mendekat ke arahku.
"Kayaknya ada salah paham deh,"
"Apanya?"
"Ya kamu, oon!"
Oon? Oon katanya? Lamunanku langsung buyar dan dengan langkah seribu aku bermaksud meninggalkannya.
"Aku udah bela-belain dateng tau, demi kamu. Masa ditinggal?" katanya sambil menahanku, dengan........ menarik tanganku.
"kamu tuh ya......." aku melepaskan genggamannya, "Aku nggak mau ketemu kamu pagi ini."
"Lho kenapa?"
"Aku sebel sama kamu,"
"Gara-gara aku terlalu cakep?"
"Aduh! Males ngeladeni tau nggak!"
"Hahaha iyaaa jangan marah gitu dong. Aku cuma bercanda."
"Hm,"
"Bener kan, kamu itu ngerepotin banget,"
"Ya udah kalau ngerepotin. aku mau ke sekolah, bye!"
"Tuh kan, baru gitu aja ngambek. Kayak anak kecil!"
Aku tidak mau berurusan dengan orang tidak waras ini sekarang. Moodku yang sudah hancur makin hancur gara-gara.....dia!
"Kamu nggak diajarin menyimak pembicaraan orang ya?"
"tentang apa ya?" kataku berlagak tidak tahu, "Aku nggak salah denger kok. Aku kan emang ngerepotin,"
"Yah makanya itu, kalau orang ngomong, didengerin sampai selesai dong,"
"Aku udah denger sampai selesai kok!" aku marah, "Kamu waktu itu bilang 'iya, dia ngerepotin banget anaknya. Males tau nggak..."
".............. gara-gara itu aku jadi selalu nggak punya waktu yang pas buat nembak dia." tambahnya.
Aku terdiam.
"Kamu tuh ya ngerepotin banget. Dikit-dikit marah. Tiap aku flirting ke kamu, bawaannya malah bikin berantem. Akhirnya aku nggak jadi-jadi nembak kamu,"
Aku masih terdiam.
"Aku nggak bisa ngomong langsung kayak yang lainnya. Makanya tiap kali aku ngobrol sama kamu, bawaannya bikin kamu marah terus, biar kamu nggak bosen sama aku."
Dengan segera aku menutup wajahku
"Kenapa? Kamu nangis lagi ya? Dasar cengeng."
"Bodo ah! Aku kesal!"
"Hhhh, kamu tuh mau sampai kapan sih bikin aku takut terus?"
"Kenapa?"
"Takut kamu benci sama aku," katanya, "Kemarin aku shock, sampai-sampai nggak bisa ngapa-ngapain"
"Beneran?"
"Dan sekarang kamu harus tanggung jawab!"
"Buat apa?"
"Soalnya kamu udah bikin aku ngomong kaya gini!"
"Nggak ada yang nyuruh kamu ngomong kaya gini kan?"
"Nggak mau tau, pokoknya kamu harus mau jadi pacarku!"
aku tersenyum kecil.
"Nah gitu kan........"
"Gitu kan apa?"
"Gapapa, lebih baik emang kamu senyum terus,"
"Kok gitu sih ngomongnya sama pacar?"
"Siapa yang pacarku?"
"Ih! Aku duluan!"
"Hahaha aku bercanda sayang,"
"Ngebetein tau nggaaaaaaaaaaaaaaaaak!"
-end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar