another blogger

Minggu, 30 Oktober 2016

When I'm missing you, it's feels like I'm Miss(ing) Universe..

Indeed, love doesn't need any reason...
XD

Mau nulis aja kok repot

Judul postingan kali ini adalah kalimatku yang dibenarkan sama si mas ketika aku lagi galau mau mulai ngeblog lagi tapi ngga tahu harus nulis apa.. Aku pernah bilang ke dia kalau 'inspirasiku lagi jauh' dengan ekspektasi mendapat balasan yang romantis juga, tapi ternyata engga. Jadi teman-teman, sekali lagi aku ingatkan untuk ngga terlalu berharap sama cowo-cowo yang ngga peka ya.. :')

Udah dua minggu nih aku mulai LDR-an sama si mas. Dibilang ngga kerasa sih.... kerasa. Dibilang sedih sih... ya sedih. Tapi gimana lagi wkwk.........wk....w.... *eits mulai baper* *stop!!*

Kalau mau dilihat sisi baiknya, ada banyak hal-hal yang aku lakukan selama ditinggal merantau ini. Lebih banyak dari biasanya malahan. Dan lagi aku lebih termotivasi buat jadi lebih baik. Udah sering kan aku cerita kalau aku orang yang ngga pernah mau kalah dan mengaku kalah? Lihat si mas yang mulai meniti karir dulu, sampai sekarang udah punya pekerjaan tetap, bikin aku geregetan, ngga mau kalah sama dia. Yang paling utama yang paling dekat yang bisa aku lakuin adalah: lulus jadi dokter gigi.

Aku mulai menggambar lagi lho!
Walaupun biasanya juga kalo weekend aku jarang keluar sama si mas, tapi weekend ini beneran aku berasa punya waktu kosong buat diriku sendiri. Kalau udah gitu, pasti aku buat ngelanjutin hobi, ya gambar, ya nulis.

Efek LDR lainnya juga adalah... waktu bareng keluarga dan teman-teman makin banyak. Kalau biasanya kamu pergi kemana-mana minta ditemenin pacar, kali ini karena pacar ngga ada, jadi minta ditemenin temen-temen dan tentu aja suasananya beda. Kadang-kadang kangen juga sih jalan sama pacar hiks :' Waktu aku jalan ke mall sama temen-temen, masih sering gitu kebayang, biasanya yang disebelahku si mas, biasanya aku minta ini itu............................ yah.

"Nulis tentang LDR ini aja lho.."
"Gamau. Nanti blog ku jadi blog galau.."
"Yaudah, tulis soal klinikmu aja.."
"Gamau. Nanti blog ku jadi blog keluh kesah.."
"...."
"Mau nulis aja repot ya.."
"Nah.."
"Nah apa nih?"
"Mau nulis aja repot.."

And I kinda miss this silly conversation...

Yuk ikutan!

Web

Hai teman-teman!
Tulisan dibawah ini yang aku post barusan adalah artikel untuk event kompetisi Blog Unair.
Untuk ikutan, caranya gampang banget.. Tinggal klik gambar di atas atau klik disini :)

Merinding Disko di PIMNAS 2013 Mataram bareng Tim PKM UNAIR

Tulisan ini berpartisipasi dalam kompetisi blogging Unair.
Untuk info lebih lanjut bisa klik disini atau pada gambar dibawah ini:

Web


"Kalau jadi Mahasiswa UNAIR, katanya rugi banget kalo cuma kulah-pulang-kuliah-pulang.."

Seenggaknya itu yang sempat terbesit dipikiran, disela-sela sibuk ujian praktikum, skill lab, dan PBL di kampus. Waktu itu aku masih Mahasiswi Semester 4 program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Airlangga. Disaat temen-temen yang lain menikmati libur semester genap, aku sibuk cari-cari kegiatan buat ngisi waktu luang.

Jaman Maba dulu, beberapa teman pernah ada yang berangkat ikutan PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) dan mereka-mereka super keceeee. Walaupun ngga ikut menghadiri PIMNAS 2012 waktu itu, tapi hanya dengan lihat videonya aja, bikin merinding banget. Apalagi waktu yel-yel Excellent with Morality, rasanya pengen banget jadi bagian orang-orang yang berjuang bawa nama UNAIR di Event Nasional.

Dan ternyata....
Bulu kuduk yang pada naik waktu liat video PIMNAS 2012 bisa naik lagi untuk kedua kalinya di Mataram, ngga dengan liat video PIMNAS, tapi dengan ada disana, di lokasi PIMNAS, saat pengumuman peraih medali.

Iya, aku berangkat ke PIMNAS 2013 di Mataram.
Walaupun bukan sebagai peserta.
Dan itu adalah salah satu pengalaman terbaik selama menjadi mahasiswa :')

Jadi ceritanya, dulu banget (sampai sekarang sih) aku bukan mahasiswa yang aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus. Yaah, bisa dibilang aktif ngga aktif sih, tergantung mood haha. Sempat waktu semester 3 aku ikut kepanitiaan Gema Krida Airlangga, dan siapa yang sangka kalau awal kepanitiaan itulah aku merasa jadi mahasiswa seutuhnya, haha.

Dari kepanitiaan Gema Krida Airlangga, aku kenal sama banyaaak teman-teman baru dari berbagai fakultas di UNAIR. Yang tadinya aku cuma taunya anak-anak yang itu-itu aja, sekarang kalau ditanya apa aku punya teman di Kampus B atau Kampus C, aku dengan bangga bisa bilang: Ya jelas punya dong! Haha *sombong dikit*. Dari kepanitiaan ini juga lah, aku makin pede di bidang Publikasi Dokumentasi. Ketua bagian PubDok di Gema Krida Airlangga waktu itu namanya Mba Brilian, kalo aku ngga salah inget dia anak jurusan Ekonomi angkatan 2010. Dia iniiii yang kerjaannya memuji hasil kerja keras desain anggota-anggotanya, dan it's mean a lot. Berkat Mba Brilian inilah aku jadi makin sering desain, dan daftar kepanitiaan di bidang PubDok.

Selain kenal sama Mba Brilian, aku kenal lagi teman satu angkatan dari Fakultas Teknologi Lingkungan, namanya Adit, yang salah satu anggota BEM UNAIR. Waktu itu aku ngga nyangka sih bakal sedeket ini sama dia, dan dia bawa banyaaaak banget pengalaman baru. Dia inilah yang dengan random nya di suatu siang nawarin ke aku, "Kamu mau ngga jadi tim poster buat PIMNAS 2013?"

Pertanyaan itu sempet bikin galau berhari-hari.

Waktu itu tawaran pertama sempat aku tolak, dengan alasan takut ngga bisa bagi waktu dengan acara Bakti Sosial FKG di Lombok. Agak nyesel juga sih waktu itu, gimana bisa kesempatan luar biasa, bisa hadir di PIMNAS, aku lewatkan. Akhirnya dia meng-oke-kan, dan acara Bakti Sosial di Lombok berjalan lancar.

Sepulang dari BakSos di Lombok, Adit nawarin lagi kesempatan yang sama. Sudah dua kali lhooo aku dikasih kesempatan untuk ikutan PIMNAS. Lagi-lagi kali ini setelah galau berkepanjangan, aku tolak. Dia butuh kepastian cepat untuk mendaftarkan nama tim poster untuk PIMNAS. Karena ngga bisa memutuskan dengan cepat, akhirnya aku pilih buat menolak. Disayangkan banget, waktu itu papaku lagi dirawat di rumah sakit dan akan menjalani operasi tumor. Sebagai anak, tentu aja kan aku ngga bisa ninggalin keluarga, untuk urusan PIMNAS sekalipun.

Setelah papa operasi pengangkatan tumor, Adit menghubungi lagi. Katanya dia dan beberapa teman mau menjenguk. Waktu itu ngga jadi sih kalo ngga salah, soalnya aku juga takut ngerepotin. Dan ujung-ujungnya, dia nawarin lagi, untuk ketiga kalinya, kesempatan berangkat PIMNAS.

Kesempatan ngga datang 2 kali kan? Bahkan aku punya tiga kali. Berarti...........

Aku langsung cerita ke orang tua, dan mereka setuju banget aku buat berangkat. Alhamdulillah kondisi papa pasca operasi juga membaik. Jadi, setelah aku dapat restu orang tua, akhirnya aku meng-iya-kan tawaran dari Adit tadi dan mulai sibuk membantu persiapan Tim PKM UNAIR :")) Kegiatan persiapan PIMNAS sampai ke acaranya ini menyita waktu libur semester genap bangettttt dan mengambil 2 minggu waktu kuliah semester ganjil. Padahal di Kedokteran Gigi, banyak mata kuliah yang harus hadir 100%, waktu itu sempat was-was juga sih soal perijinannya, tapi untung bangett diusahain sama pihak Rektorat supaya aku bisa ikut serta. Alhamdulillah perijinan sudah ditangan, siap untuk bertugas! :)

Dari kegiatan PIMNAS ini, aku baru tahu kalau pihak Universitas bener-bener all out dalam pembinaan tim PKM mereka. Bisa dilihat dari persiapan keberangkatan, pelatihan presentasi, pembentukan tim poster, karantina, dan lain-lain. Aku sebagai mahasiswa yang tadinya cuma kuliah-pulang-kuliah-pulang, jadi dekat dengan beberapa dosen-dosen penanggung jawab PKM dan teman-teman dari BEM UNAIR. Dari mereka, aku dapet banyaaak banget pengalaman-pengalaman yang ngga akan aku dapetin kalo aku ngga ikut kegiatan ini.

Aku diajak sebagai Tim Poster, tugasnya membantu dan arahan-arahan pembuatan Poster Ilmiah untuk Tim PKM. Padahal aku amatiran banget lho, tapi temanku si Adit ini percaya kalau aku bisa, buktinya dia ngajak kan? Hahaha. Akupun menambah pengetahuan tentang desain dan penggunaan software editing sama anggota tim poster lainnya. Rasanya bahagia banget berkumpul sama orang-orang hebat, walaupun sempat minder sih karena karya mereka bagus-bagus bangeet. Kami saling memberi masukan untuk karya yang kami buat. Dosen-dosen pun ngga sungkan buat mengkritik. Ngga jarang kami sakit hati dan heran dengan selera mereka, tapi toh akhirnya dari masukan tersebut kami bisa meng-improve lagi. Dosen-dosen bagian tim poster pun selalu mendukung kami, memberikan masukan, bercanda, menghibur supaya kami ngga tertekan.

10 Tim PKM UNAIR yang lolos ke PIMNAS saat itu pun juga bekerja dan berlatih keras. Ada kali ya, dua minggu full tiap hari mereka simulasi presentasi, dari pagi sampai malam di Rektorat. Oh iya, tim PKM Unair yang lolos ke PIMNAS tahun itu cuma 10 tim, itu sebabnya dari pihak UNAIR benar-benar memaksimalkan. Ngga masalah cuma 10, kalau kami bisa meraih semua medali emasnya. Hehe. Seluruh kegiatan difasilitasi, mulai dari tempat karantina, penginapan, transportasi di Mataram, semuanya oke banget. Sesampainya kami di Mataram pun, masih ada latihan presentasi terakhir seluruh peserta di Hotel. Walaupun sudah banyak yang lelah, tapi tim PKM UNAIR masih serius berlatih dan mengeluarkan yang terbaik.

Puncak merindingnya adalah selalu saat pengumuman. Dimana semua kerja keras kami akan dibayar, dengan hadiah maupun apresiasi dari semua orang. Aku berdiri bersama ribuan mahasiswa dari Universitas lain di lapangan Universitas Mataram, menanti pembacaan peraih medali. Dari awal kami sudah merinding disko. Deg-degan setengah mati, berdoa dalam hati, mulut komat kamit, muka pucat, keringat dingin, hanya bisa tertunduk, mengucap Bismillah.

Ternyata, euforianya sama dengan yang aku rasain ketika nonton video PIMNAS 2012, engga, bahkan lebih hebat lagi, lebih bergemuruh lagi. Mata rasanya berkaca-kaca, bulu kuduk udah ngga naik berdiri lagi, mungkin udah terbang :") begitu nama-nama tim PKM UNAIR satu persatu disebutkan sebagai peraih medali di tiap bidang PKM. Walaupun ngga keseluruhan, tapi sekitar 85% tim PKM UNAIR meraih medali, baik di poster maupun presentasi. Air mata rasanya ngga bisa dibendung lagi ketika Universitas Airlangga dinyatakan sebagai peraih juara umum ke-2, setelah ITS berhasil menyandang gelar juara umum pertama. Kami dari UNAIR langsung berpelukan, meneriakan yel-yel kemenangan, tidak lupa bersama teman-teman ITS menyerukan "Surabayaaa... kota Pahlawan!"

Aku benar-benar ada disana, ikut merasakan kemenangan bersama teman-teman UNAIR. Ini yang aku bilang soal jadi mahasiswa yang sesungguhnya, berdiri bangga mengenakan almamater tercinta. Menangis haru atas pencapaian kami, dengan lantang meneriakkan, "UNAIR... Excellent with Morality!"

Temanku si Adit tadi, cuma bisa mengejek ketika liat aku nangis. Terus bilang, "Ngga salah Ra, ngajak kamuu.." sambil ketawa. Kalau aku tulis gini kok rasanya agak romantis ya ._. Tapi percayalah, kenyataannya ngga se-romantis itu, apalagi kalau dia yang ngomong hahaha. Lebih dari romantis, itu mengharukan banget. Aku ngerasa jadi orang yang dibutuhkan, orang yang akhirnya berperan, yang berguna, dan diingat orang.




Berhubung ini udah agak lama dan foto-fotonya udah ilang semua, cuma ada 2 foto ini dari Instagram aku yang tersisa :" sedih bangett

Cita-cita buat merasakan PIMNAS akhirnya tercapai. Semua berkat mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di UNAIR selain kuliah. Mengenal banyak orang-orang luar, dapat pengalaman ngga terlupakan.
Jadi, masih mau kuliah-pulang-kuliah-pulang? :)

Ayo dukung #RevolusiMentalIndonesia . Siapa bilang #BidangKesehatan ngga perlu direvolusi juga?

Tulisan kali ini ngga disponsori kampanye apa-apa kok, bukan buat ikutan lomba nulis essay apapun. Ini curahan hati aku sebagai mahasiswi Koas Kedokteran Gigi di sekolah per-gigi-an terbaikse Indonesia (Kata salah seorang teman dari Malaysia ketika ditanya "Kenapa kamu kuliah disini?") :')

Jadi, gejolak di hati (cie) mulai memuncak ketika salah satu teman sekelompok Koas mendapat SMS Super horor. Bukan dari penipuan mama minta pulsa, atau dapet hadiah dengan cara mengkontak nomor yang disebutkan. Bukan. Tapi SMS yang isinya bahwa si pasien ngga lagi bisa melanjutkan perawatan. Sumpah, bagi kami, SMS yang isinya kaya begini lebih horor dari SMS teror manapun. Ketika pasien ngga bisa melanjutkan perawatan, alternatifnya adalah memohon-mohon ke pasien, atau cari pasien baru yang artinya memulai seluruh perawatan dari awal.

Dengan berat hati karena ngga bisa memaksa, teman aku cuma bisa membalas dengan, "Yasudah bu, kalau memang tidak bisa dilanjutkan. Tapi saya tetap harus menyelesaikan tanggung jawab perawatan saya ke adek A. Ngga etis kalau perawatannya berhenti di tengah jalan, untuk menghindari efek perawatan yang ngga selesai." Si ibu pun akhirnya mau satu kali lagi mendatangkan anaknya untuk melanjutkan perawatan terakhir. Kebetulan pasien tadi adalah pasien stase Pedodonsia (Kesehatan Gigi Anak) yang sedang dalam perawatan tambal. Giginya sudah dibersihkan dari jaringan-jaringan tidak sehat, tapi belum sempat ditambal, sudah menyatakan ngga bisa datang lagi. Sebagai yang mengerti medis, kami tentu aja ngga bisa ngelepas tanggung jawab dengan menghentikan perawatan. Tentu aja, kami harus pastikan gigi itu ngga apa-apa setelah dirawat (yang ngga selesai).

Sebenarnya, yang bikin kami ngga rela melepas pasien tersebut adalah......... ternyata orang tuanya telah dihasut oleh beberapa oknum ngga bertanggung jawab yang ada di luar Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) supaya mau jadi salah satu pasien yang dikordinir oleh oknum tersebut. Sebut saja istilahnya: Calo. Iya, Calo. Orang-orang yang berkeliaran menawarkan bantuan kaya kalo kita mau ngurus KTP, SIM, dan surat-surat administrasi lainnya yang kadang-kadang ngurusnya aja setengah mati susahnya, ribetnya. Orang-orang yang menawarkan bantuan tidak dengan cuma-cuma. You know lah, ujung-ujungnya selalu duit. Di Indonesia, ketika kita mau kemudahan, kelancaran, duit salah satu solusinya. Yang ngga setuju boleh mangkat ke Negara Lain.

Calo di RSGM bukan hal yang baru lagi. Dimana ketika kami para koas butuh pasien untuk segera menyelesaikan requirement klinik dan lulus, mereka membantu mencarikan pasien, menawarkan orang-orang yang butuh perawatan. Atau mungkin harus aku luruskan, butuh uang. Dengan iming-iming kalau datang ke RSGM untuk dirawat akan diberikan uang, banyaaak banget orang-orang yang mau datang untuk dirawat. Harga yang dipasang untuk minta tolong si calo inipun ngga murah. Satu gigi dari satu pasien terakhir aku tau dihargai Rp 250.000,- kemudian kita masih harus membayar ke pasien tersebut uang transportasi tiap dia datang ke RSGM yang udah diatur Rp 50.000,- per datang. Bisa bayangin berapa yang harus dikeluarkan si pelanggan calo untuk pasien gigi palsu yang butuh banyak kali datang?

Sebagai orang yang sebisa mungkin ngga pake jasa calo, karena ngga tega minta uang buat bayar dan pasti ngga dibolehin juga sama orangtua, aku termasuk yang bener-bener sedih liat fenomena ini. Orang-orang yang datang berobat di RSGM lewat si calo tujuannya bukan mendapatkan perawatan, tapi uang. Beberapa pasien yang datang sendiri karena butuh perawatanpun juga jadi sasaran si calo, yang diiming-imingi akan dapat uang kalau mereka datang ke RSGM lewat si calo. Udah gitu banyak pula yang berminat.

Perawatan gigi di RSGM menurut aku udah termasuk murah banget, apalagi semua prosedurnya diawasi oleh Dosen yang notabene Dokter Gigi Spesialis yang selalu update ilmu pengetahuan tentang perawatan terbaru. Kalau tambal gigi di klinik dokter gigi umum dan Rumah Sakit, biayanya bisa mencapai Rp 300.000 per-gigi. Sedangkan di RSGM? Cuma bayar Rp 40.000 aja gigi kalian yang berlubang udah bisa terawat. Walaupun begitu, pasien RSGM tetap sepi. Kalau tampak banyak, ya.. sebagian besar adalah pasien yang dibawa calo, yang datang untuk dapat uang. Untuk Koas Gigi yang bisa membayar calo untuk mendapatkan pasien, tentu saja bisa lulus lebih cepat dari yang ngga punya pasien. Jadi, apa istilahnya orang yang ngga punya ngga bisa lulus cepat? Gitu?

Kami para Koas Gigi yang berusaha ngga pakai jasa calo biasanya cari pasien bareng-bareng sampai masuk ke gang-gang kecil. Menawarkan perawatan. Mulai dari melakukan pemeriksaan gigi gratis di sekolah-sekolah, sampai keliling jalanan bawa kartu nama siang-siang. Hanya untuk cari orang yang butuh perawatan dan bisa kami bantu. Seringkali kami para Koas Gigi dipandang sebelah mata hanya karena kami "belum dokter". Beberapa orang yang kami temui menanyakan hal-hal yang sumpah ini bikin sedih banget banget seperti "Ini dibuat praktek ya, mba?" "Ini yang nanganin mahasiswa ya, mba? Bukan dokternya?" "Em.. ngga berani deh kalo bukan dokter yang mengerjakan.". Bahkan salah satu sahabatku sendiri ada yang ngga mau dirawat, kalau bukan dokter yang merawat. Sedih. 

Biasanya kalau bawa pasien sendiri ke RSGM untuk dikerjakan, sebagian besar Koas Gigi bahkan menggratiskan perawatan, sebagai ungkapan terima kasih sudah mau dirawat giginya. Aku dan teman-teman pun yang cari pasien lewat socmed kadang-kadang kalau ditanyain "Perawatannya gratis?" kami langsung mengiyakan. Karena kami memang butuh :") Perawatan gratis yang dimaksud disini ngga semerta-merta free of charge. Kami para Koas Gigi lah yang membantu pembiayaan pasien-pasien. Kadang-kadang pun kalau ada pasien yang datang sendiri ke RSGM dan merasa keberatan dengan biaya, kami bersedia membantu semampu kami.

Balik lagi ke cerita pasien teman yang ditikung calo, orang tua si pasien bilang kalau anaknya ngga bisa lagi jadi pasien temanku, dan mau datang lagi sebagai pasien kalau lewat si ibu calo. Tanpa sungkan-sungkan, orang tua pasien temen bilang begini: Katanya kalau dirawat lewat ibu X dapet uang 50.000, mba.

Temanku tadi dapet pasien itu hasil cari ke gang-gang, yang tiap datang dibantu dengan uang transport yang memang ngga Rp 50.000,- sih, akhirnya diperlakukan kaya begitu. Pasiennya ditikung sama calo, yang dengan hebatnya menawarkan uang Rp 50.000 tiap kali datang. Nyesek banget ngelihat mental orang-orang disekitar kita rendah banget. Aku berani bilang begitu. Akhirnya temanku tadi menyelesaikan tanggung jawab dia yang terakhir ke pasiennya. Dan lebih sedih lagi, ketika pasiennya selesai dirawat, si pasien yang notabene masih anak kecil, umur 5 tahun, udah bisa nanya, "Kak, nanti ini dapet uang 50.000 ya?"

Aku denger langsung si anak bilang begitu, karena waktu itu nemenin temen merawat. Seketika badan langsung lemes. Anak kecil, bisa bilang begitu. Bisa menyimpulkan kalau dirawat itu menghasilkan uang. Dirawat lho ya, dirawat. Yang seharusnya dirawat itu mendapatkan perawatan dan menghilangkan keluhan kesehatan, ini sudah berubah sistemnya menjadi kalau dirawat mendapat uang. Apalagi ini anak kecil yang ngomong gitu. Bisa-bisanya si orang tuanya bilang ke anaknya kalau bakal dapet duit.

Inilah.. mental yang harus direvolusi.

Kalau ada yang tanya, apa dari pihak RSGM sendiri ngga mengetahui adanya calo-calo ini? Jawabannya mereka tahu. Tapi sebagian besar menutup mata, hati, telinganya.

Pernah suatu ketika aku ada kesempatan ngobrol dengan beberapa dosen di RSGM, sambil sedikit mengeluh soal kasus-kasus yang belum diselesaikan, dan juga calo. Salah satu dosen yang waktu itu ngobrol bareng kebetulan adalah Penanggung Jawab Departemen yang meng-haramkan perawatan pasien calo ketika di Stase nya. Dengan segala pertimbangan bahwa pasien calo itu ngga jelas. Pasien-pasien calo kadang-kadang memalsukan identitas dan riwayat kesehatan saat dibagian triage, sehingga bisa lebih cepat masuk ke UPF untuk perawatan. Yang berbahaya adalah, beberapa pasien calo yang suspect HIV/AIDS bisa lolos sampai ke UPF untuk ditangani oleh Koas Gigi. Apalagi di beberapa stase departemen, ada perawatan yang memang banyak menyangkut perdarahan, seperti cabut dan membersihkan karang gigi. Bisa dibayangkan bagaimana jika pasien calo yang ternyata infeksius itu lolos dari triage (garda depan pemeriksaan umum) dan sampai ke UPF untuk ditangani?

Sudah bayar, membayari, resiko terinfeksi tinggi.
Hanya KOAS GIGI di Indonesia, yang bekerja tanpa digaji, tapi justru mengeluarkan uang.

Dosen yang menentang calo tadi mengatakan kalau pernah mengutarakan pendapat soal pasien calo di rapat besar, tapi karena hanya beliau sendiri yang berpendapat demikian, beliau malah dicerca. Beliau malah dikatakan menghambat mahasiswa, ngga memudahkan. Sikap beliau yang berniat baik melindungi mahasiswa malah ditentang, dengan alasan "Yang penting mahasiswa cepat lulus, entah gimana caranya dapat pasien."

Ada dua departemen yang mengharamkan penggunaan pasien calo di klinik, dan aku bener-bener menghormati dosen-dosen tersebut. Bahkan, salah satu departemen nya, ngga ngebolehin kita untuk membayar perawatannya si pasien. Alasannya adalah untuk ngga membiasakan mereka mendapatkan perawatan gratis atau menerima uang setelah perawatan. Aku kenal dua dosen tersebut, dan pernah ngobrol soal ini. Mereka bener-bener keren. Di saat yang lain ngga mau tau gimana caranya mahasiswa bisa lulus, mereka peduli. Ngga perlu semuanya, tapi ada beberapa aja yang berpikiran sama kaya aku, rasanya masih bisa lah bertahan di Indonesia ini.

Mental orang Indonesia ini perlu direvolusi banget. Semua.
Uang, adalah puncak tertinggi di Indonesia. Semua berlomba-lomba meraihnya. Gimanapun caranya. Ngga munafik, aku juga butuh uang, dan akan bekerja untuk dapat uang, tapi ngga dengan cara seperti ini.

Menghalalkan yang salah, mencela yang benar. Gimana Indonesia mau maju? Orang lampu merah yang sepele aja masih diterobos, trotoar masih aja dipake motor buat nyalip. Siswa yang melaporkan adanya kunci jawaban yang bocor dikucilkan, dimusuhi. Goblok. Salah siapa? Yang bodoh siapa? Kalau sudah gitu, yang marah-marah di Socmed siapa? Yang berkeluh kesah saling menyalahkan siapa? Ga paham lagi sama orang-orang yang mentalnya kaya gini.

Calo-calo itu ngga mungkin bertahan juga kalau ngga banyak koas gigi yang butuh. Koas-koas gigi yang punya lebih uang dan udah putus asa banget cari pasien, terpaksa pesan pasien lewat calo. Dosen-dosen pun menghalal kan calo, tujuannya biar mahasiswa cepat lulus. Paling kaget adalah ketika salah satu ada yang nanya, "Sampe kapan kamu bertahan ngga pakai calo?" *ini seriusan*
Kalau mau su'udzon sedikit, kehadiran calo-calo ini jangan-jangan ada hubungannya sama......?

Menurut aku sih, promosi kesehatan di Indonesia ini masih kurang banget. Penyuluhan-penyuluhan kesehatan yang kami lakukan ke sekolah-sekolah seakan-akan ngga ada artinya karena sampai di rumahpun ngga dipraktekan. Minat anak-anak sekolah masih kurang, itu terlihat jelas banget waktu aku KKN dan PKL.Tanpa iming-iming, mana ada masyarakat yang mau berpartisipasi. Dulu juga sempat punya program PKM ke komunitas anak jalanan, yang ujungnya penyuluhan kami ngga terlalu sukses. Alasan dari beberapa orang sih karena mereka ngga terlalu membutuhkan, makanya minatnya rendah. Terus butuhnya apa, pak? bu? Uang? :)

Miris juga liat teman sejawat di Kedokteran Umum yang sekarang harus menempuh pendidikan DLP setelah mereka Internship :') termasuk adik saya yang sedang berjuang di sekolah Kedokteran yang perjalanannya masih sangat panjang. Setelah lulus, ujungnya dokter umum diwajibkan ikut program BPJS yang banyak banget manipulasi dan proyek-proyek gelapnya. Kenapa ngga rumah sakit-rumah sakit pendidikan kaya RSGM gini yang kedapetan pasien BPJS? Selain bisa membantu masyarakat dengan modal yang ngga besar dan mengorbankan petugas-petugas kesehatan, kami Koas Gigi juga beruntung karena dapet pasien banyak. Ngga tau deh pernah kepikiran ngga ya kaya gini?

Masyarakat ditawari BPJS supaya berobat di dokter dalam negeri. Sedangkan pejabat-pejabat di Pemerintahan? Pada berlomba-lomba check up kesehatan dan berobat di Negera Lain. Maksude opo?

Begitulah curhatan hati kami Koas Gigi.
Maaf ya tulisannya panjang. Waktu nulis sambil geregetan sendiri, banyak banget yang mau ditambahin sebenernya. Saking banyaknya sampai bingung mana yang pantas ditulis disini. Semoga tulisan ini ngga menyebabkan masalah apa-apa ya :") Semoga juga aku dan teman-teman lain yang masih berjuang sebagai KOAS GIGI di Indonesia bisa cepet lulus dan bisa bermanfaat nantinya di masyarakat.

Minggu, 02 Oktober 2016

Yes, I do really care. Forgive me when I once said the opposite.