Sebisa mungkin aku menghindari hal-hal yang bisa membangkitkan sesuatu yang berusaha kupendam sejak beberapa bulan yang lalu. Tidak, sejak aku tahu bahwa aku memang tidak bisa berharap lagi. Atau bahkan mungkin, seharusnya sejak awal.
Kau tahu? Yang terbaik sebenarnya adalah jarak, dimana kau (dan aku), kita bisa lebih mudah menemukan sesuatu yang baru, yang membuat kita beralih. Namun ternyata, yang di atas punya rencana lain yang lebih baik. BagiNya, belum lebih baik bagiku.
Aku berusaha bertahan dalam jeritan-jeritan batinku yang makin lama makin liar. Dadaku yang terasa sesak, mataku yang siap memproduksi lebih banyak lagi air mata. Itu semua nyata, dan ternyata tidak mudah. Seperti berdiri di puncak eiffel. Kau memilih bertahan di atas, menikmati seluruh pemandangan, tapi kau tahu, kau siap jatuh kapan saja. Pilihan yang kedua, lompat sekarang, jatuh sekarang, kemudian bangkit dengan tongkat. Bukankah hidup itu pilihan? Dan ini bagian yang paling aku benci selain mengerjakan ujian.
Aku sadar, bahwa yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menunggu, hingga yang kurasakan pudar dengan sendirinya. Pergi bersama waktu dan rasa sesak yang menyiksa setiap harinya. Aku selalu berharap, hari inilah harinya, hari dimana aku bisa memulai hidup baru. Ya, aku telah memutuskan.
Aku tidak berani berjanji untuk saat ini, tapi kalian tahu aku berusaha. Ya, berusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar