another blogger

Jumat, 29 Maret 2013

Jadi dokter itu pilihan

Setelah kuliah anestesi sama patologi klinik kemaren Kamis, aku jadi bener-bener mulai berpikir kalau bergabung di bidang medis bukan buat main-main atau asal. Ini pilihan. Karena objek yang dipegang sama tenaga medis adalah manusia, masa sih kita mau main-main belajarnya?

Mungkin dulu aku kecepetan narik kesimpulan, kalau milih masuk kedokteran gigi senggaknya bebannya nggak seberat temen-temen yang lain di kedokteran umum. Aku baru sadar pemikiranku itu perlu diubah setelah kemaren denger kalau tiap tenaga medis punya resiko yang sama-sama besar dalam nanganin pasien. Kalau kata dosenku, walaupun aku (calon) dokter gigi, masyarakat tetap ngelihat aku sebagai seorang "dokter". Suntik bisa berujung shok anafilatik, tambal gigi bisa bahaya buat pasien, cabut gigi bisa berujung kematian...........

Waktu kuliah dan aku cuma bisa ber-ooh ria sambil dengerin penjelasan dosen, aku ngerasa, "Waduh, gimana ini kalau aku jadi dokter terus dapet pasien kaya gitu........" dengan kebiasaan kuliahku yang ngawur kaya sekarang ini. Suatu ketika ada materi-materi yang mirip sama materi semester lalu, dan aku udah lupa. Gimana nantinya aku ngobatin pasien coba................................................................

Jadi dokter itu, pilihan yang bukan main-main. Aku nggak bisa deskripsiin yang aku rasain sekarang sih, tapi intinya, aku pernah ngerasa burden .___________. Aku pernah mikir, sekarang apa beneran nih aku bener-bener kepingin jadi dokter gigi? Apa aku masih mau lanjut lagi? Selama kuliah sampai semester 4 ini, baru kali ini aku mikirnya kaya gini..

Aku inget kata-kata di komik dokter, apa ya judulnya, lupa ._.
Pokoknya, ada kalimat: "Melihat senyum pasien itu kebahagiaan tersendiri, lho."
Cuma sekedar kalimat sih, kalo aku bilang tujuanku jadi dokter itu cuma demi lihat senyum pasien.
Dengan segala resiko yang nantinya bakal aku terima, aku akhirnya bisa nerima kalau emang udah pilihanku dari awal mau masuk ke bidang ini. Tanpa alesan yang bisa aku jelasin. Burden nya emang nggak sepenuhnya ilang, tapi senggaknya, sekarang lebih lapang kalau kuliah huahaha.

"Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian.
Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati,
ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan,
ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian,
saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi,
ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang,
ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya,”dik, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?”

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan,
ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan,
saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita.
Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.

Yah,
memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada…" source

Karena sudah memilih, harus dijalani dan bertanggung jawab sama pilihan itu kan? :>
Nasib pasien kita nantinya ditentuin sama ilmu yang kita dapat waktu sekolah lama ini, makanya jangan pernah malas buat kuliah. Semangat teman-teman!

4 komentar: