another blogger

Kamis, 23 November 2017

Penantian Berharga

Sudah kuputuskan. Entah bagaimana menyebutnya, tapi keputusanku sudah bulat, bahwa aku tidak ingin terus berada dalam posisi ini. Tersiksa, sakit, perasaan tidak nyaman, yang selama ini terus menghantuiku, aku ingin melupakan semuanya. Dan seperti yang kebanyakan orang bilang, aku harus terus melangkah maju.

Aku tahu, bahwa beberapa hal tidak selalu harus diakhiri dengan melupakan. Aku hanya mengambil jalan pintasnya saja. Aku hanya tidak ingin berada dalam posisi ini terlalu lama. Beberapa menawarkan hal-hal baru, seperti merawat luka yang sejak dulu ada. Menjanjikan bahwa lukaku akan tertutup. Utuh, seperti baru. Namun bahkan tidak ada yang bisa meletakkan benangnya, tidak ada yang berhasil merawatnya. Bagiku, yang sudah hancur, memang tidak mudah untuk memperbaiki. Dan hari ini adalah saatnya. Aku ingin menjadi aku yang baru.

Aku mengenalnya belum lama. Tapi hanya dia satu-satunya yang mengabulkan keinginanku, untuk segera pergi dari sini. Dia satu-satunya yang mengerti penderitaanku, tidak memaksakan dan menyangkal keputusanku. Tidak menawarkan kenyamanan baru, tetapi berjanji akan berusaha yang terbaik untukku.

Awalnya, aku tidak pernah melihatnya sebagai 'ini dia orangnya', sampai dia berhasil meyakinkan orangtua ku, bahwa dialah yang selama ini aku cari, yang mau berjuang untukku, mau membantuku lepas dari penderitaan ini. Sepanjang pertemuan, dia selalu tersenyum, dan menanyakan banyak hal tentangku. Dia membiarkanku bercerita tentang diriku, mendengarkan semua yang kukatakan dengan sabar dan tenang. Sesekali menimpali dengan tawa. Senyum itulah yang membuatku sadar, mungkin dia lah orang yang kucari. "Saya siap kapanpun putri anda siap." Katanya dengan tegas.

Orangtuaku dengan segera menentukan tanggal. Awalnya, aku tidak mau buru-buru, karena merasa belum siap. Tapi, bukankah ini yang selama ini kutunggu? Memulai hidup baru? Menyerahkan seluruh kepercayaan dan hidupku pada orang yang kupilih?

Tanpa ragu, akupun tersenyum, dan menyerahkan keputusan di tangannya. Dengan senyum yang selalu memikat hatiku itu, ia menuliskan sebuah tanggal. Orangtuaku setuju, dan menjabat tangannya. Setelah sekian lama, akhirnya putri tunggalnya akan terlepas dari rasa sakit yang diderita selama ini. Akhirnya mereka akan melihat putrinya tersenyum kembali, di tangan pria yang tepat.

***

Hari yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba. Aku mengenakan pakaian terbaikku hari itu. Menandakan bahwa hari ini adalah hari yang penting, untukku juga kedua orangtuaku. Tentu saja aku diselimuti rasa takut dan cemas sejak semalam. Bahkan aku tidak tidur.

"Tadi pagi sudah sarapan?" Tanyanya. Dia tahu aku grogi, dan tidak lupa menanyakan apakah aku sudah makan agar aku tidak tiba-tiba pingsan.
"Bagaimana bisa lupa, kalau tadi malam sudah diingatkan?" Jawabku, yang dibalas dengan senyuman andalannya.

Dia menyerahkan beberapa lembar kertas, akupun juga menyerahkan sebuag foto yang diminta olehnya. "Nanti tanda tangannya disini ya.." katanya sambil menjelaskan, "Dibaca dulu. Kalau ngga paham, kita pahami sama-sama."

Aku meraih kertas tersebut. Membaca dengan seksama poin demi poin yang ada. Tertulis di paling atas kertas "Informed Consent. Perawatan Odontektomi. Persetujuan Tindakan"

Sekali lagi tanpa ragu, aku membubuhkan tanda tangan persetujuan disana setelah membaca semua resiko tindakan. Orangtuaku juga ikut menemani. Akhirnya, hari ini gigi yang selama ini menyiksaku akan dicabut. Tidak ada lagi rasa sakit tengah malam, tidak ada lagi rasa sakit saat mengunyah makanan, tidak ada lagi pipi bengkak, tidak ada lagi harapan palsu pada perawatan yang tidak kunjung berakhir indah. Mari kita mulai, dok. Bantu aku menuju jalan yang lebih indah :)


-tamat-



*odontektomi: tindakan pencabutan gigi dengan membagi/membelah gigi menjadi beberapa potong saat proses pengeluarannya karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk dikeluarkan utuh. Biasanya dilakukan pada pencabutan gigi graham bungsu (gigi molar ke 3) yang mengalami impaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar